Tuesday, February 28, 2017

Yang Bisa Dipelajari Dari Asma dan Lomba-lombanya

Menjadi orang tua adalah tentang  belajar. Belajar mengenal, belajar menjaga, yang terpenting adalah belajar menerima. Apapun dan siapapun dia, lahir dan hidupnya dititipkan pada kita sebagai orang tua. Menemaninya tumbuh adalah momen belajar tanpa akkhir.


Sejak Asma masuk playgroup setahun yang lalu, praktis saya tidak pernah menemaninya di sekolah kecuali 3 hari pertama masuk sekolah. Selebihnya Ayahnya yang lebih banyak bersentuhan baik dengan urusan sekolahnya maupun dengan guru-gurunya karena pekerjaannya yang lebih fleksibel. Saya praktis hampir tidak pernah secara langsung terlibat. Meskipun tetap memantau lewat telepon dari kantor maupun sepulang kerja. 


Dulu saya pikir kesibukan sekolah hanya akan dihadapi oleh si anak saja, namun ternyata pikiran itu salah. Ibunyapun ikut sibuk. Terutama saat ada agenda-agenda tambahan seperti ketika dia terlibat dalam beberapa penampilan mewakili kelasnya maupun lomba-lomba yang dia ikuti. Lomba yang paling sering diikutinya adalah lomba mewarnai. 

Ternyata, lomba mewarnai ini pun tidak sesederhana itu. Sebaliknya cukup menjungkirbalikkan emosi saya sebagai ibunya yang selalu memandang Asma sebagai sosok anak yang paling luar biasa. Iyalah, kan saya ibu yang mengandung dan melahirkannya. Tentu dia adalah segalanya bagi saya!! 

Namun ternyata, tidak hanya Asma yang berlomba, sayapun harus berlomba dengan emosi saya dan berupaya mengalahkan ego saya. Memandang kepentingan Asma dan upaya kami untuk membuat dia tumbuh dan memupuk pribadinya agar memiliki emosi yang sehat - ini luarbiasa sulitnya. Mungkin ada diantara orang tua yang membaca tulisan saya ini  juga pernah menghadapi hal serupa(kaya banyak aja gitu yang baca... #pede). Inilah yang saya harus hadapi saat Asma ikut lomba - merupakan rangkuman dari beberapa lomba yang diikutinya :
  1. Komentar negatif orang lain. Sepanjang lomba entah bercanda atau serius banyak orang tua murid termasuk guru sekolahnya yang sibuk mengomentari Asma. Masing-masing menghampiri kami dan mengatakan bahwa Asma tidak bisa konsentrasi. Ada juga yang bilang waktu di sekolah Asma lebih baik hasil mewarnanya dibanding teman-temannya yang lain tapi pas lomba kok malah tidak selesai, tidak sempurna dan sebagainya. 
  2. Kondisi emosi dan mood anak. Sejak dari rumah saya selalu berusaha membangkitkan semangatnya dan membangun mood yang positif. Tentunya di tempat lomba hal ini malah jadi berbalik. Bertemu dengan banyak kawan maupun mendapat gangguan dari kawan yang mengajaknya mengobrol atau sebaliknya malah dia yang mengganggu kawannya. 
  3. Mengajarkan menerima hasil lomba dengan sportif. Lomba tidak selalu harus berakhir dengan kemenangan. Selama inipun Asma belum pernah memenangkan lomba mewarnai yang diikutinya. Bagi kami, kekalahan adalah sesuatu yang wajar dan Asma juga tetap harus mampu menerima hal itu.
  4. Mengutamakan kejujuran. Lomba apapun termasuk mewarnai yang terpenting adalah menjadi jujur. Jujur adalah sebuah nilai yang kami inginkan untuk selalu dipegang teguh oleh anak kami. Pun jika hasil mewarnainya tidak sebagus anak-anak lain, kami tetap mengupayakan dia mengerjakannya sendiri secara jujur. Kami menerima dengan lega hati meski tak jarang warna langit menjadi coklat alih-alih biru muda seperti lazimnya. heheheheh....

Pada lomba-lomba awal yang dia ikuti, yang terutama sangat berat sekali bagi saya untuk dihadapi adalah komentar negatif orang lain. Ujung-ujungnya saya jadi kesal sendiri dan akhirnya malah membentak Asma untuk terus konsentrasi dan mewarna. Terlebih lagi saya malah jadi frustrasi sendiri. Kondisi emosi saya yang jadi uring-uringan akhirnya malah berdampak ke mood Asma yang jadi ikut uring-uringan. Hal ini sebenarnya tentu sangat tidak baik untuknya. Jika waktu bisa diputar kembali, saya tentu akan memilih menutup telinga saya dari segala komentar negatif itu dan sebaliknya memberi dukungan sepenuhnya pada Asma apapun hasil yang didapatnya. Ini adalah penyesalan terbesar saya karena begitu mudah membandingkan anak saya dengan anak orang lain, dan begitu mudahnya terprovokasi oleh pendapat orang lain.

Setelah melalui peluh dan tangis di lomba sebelumnya, saat ini dia sudah lebih besar dan saya sepertinya juga mulai belajar. Kembali lagi pada komitmen saya dan suami bahwa kami akan mendorong dia untuk menjadi yang terbaik tanpa harus memaksa dan menekannya. Maka kami tetap mengikutkan dia di lomba-lomba sejenis. Yang terbaru adalah saat Family Gathering yang digelar kantor saya minggu lalu. Dia sudah lebih besar dan lebih mengerti bahwa dalam lomba selalu ada menang dan kalah. Dia juga tidak mau menerima bantuan dari ayahnya saat digoda "Sini ayah bantu kerjakan, biar menang..." Asma menolak keras "Kan Asma yang lomba, gak boleh dikerjakan ayah ya..." serunya sambil menatap tegas meminta persetujuan saya. Ayahnya sengaja berkata begitu untuk melihat sejauh mana dia memahami "jujur dalam berupaya" tentunya di level yang masih ringan. Alhamdulillah dia masih teguh, semoga untuk lingkup yang lebih besar nanti dia juga tetap akan mengutamakan kejujuran. Amin.

Demikian pula halnya saat ternyata kali ini dia juga kalah. Dia bertanya, kenapa dirinya kalah sedang temannya yang lain menang. Maka kamipun mencoba menjelaskan dengan bahasa yang sederhana, bahwa lomba memang ada menang dan kalah dimana saat ini dia kalah. Lalu kami tambahkan, jika dia berlatih terus maka suatu saat nanti dia pasti akan menang. Terbersit pikiran untuk menyediakan hadiah dan membuat seremoni sendiri agar terkesan menang, namun setelah dipertimbangkan lagi, saya dan ayahnya memutuskan bahwa itu tidak akan mendidik dia, dan memang konsep kalah dan menang ini harus dipahaminya dengan baik sehingga nantinya dia akan mampu mengatasi emosinya.

Nampaknya dia masih belum rela kalah, sampai pagi tadipun dia masih melontarkan pertanyaan "Ibu, kalau Asma belajar lagi nanti Asma bisa menang ya lomba mewarnainya?" Dan kamipun mengulang jawaban yang sama, InsyaAllah anakku...

***

No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah singgah. Jangan lupa tinggalkan jejak ya.
Thank you for reading. Please leave a comment.